Analisis Carbon Footprint Dan Tekno-Ekonomi Pada Pemanfaatan Limbah Berbasis Budidaya Maggot Black Soldier Fly (BSF) Menjadi Pakan Ternak di PT. Bee Jay Seafood Probolinggo, Jawa Timur

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Wilujeng, Rohmi Nadi and Prof. Sri Suhartini, STP., M.Env.Mgt., PhD (2025) Analisis Carbon Footprint Dan Tekno-Ekonomi Pada Pemanfaatan Limbah Berbasis Budidaya Maggot Black Soldier Fly (BSF) Menjadi Pakan Ternak di PT. Bee Jay Seafood Probolinggo, Jawa Timur. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

PT Beejay Seafood merupakan salah satu anak perusahaan dari Beejay Group yang ada di Kota Probolinggo, Jawa Timur. Perusahaan ini memproduksi olahan dari berbagai ikan segar yang ada di laut, dengan produk utama berupa ikan fillet. Berdasarkan operasionalnya, kapasitas produksi dari PT Beejay Seafood setiap harinya memiliki rata-rata sejumlah 5 Ton. Proses produksi tersebut menghasilkan beberapa limbah, yakni kepala ikan sejumlah 350 kg, tulang ikan sejumlah 200 kg, jeroan ikan sejumlah 80 kg, kulit ikan sejumlah 100 kg, dan sisik ikan sejumlah 70 kg. Dari limbah yang dihasilkan, jeroan ikan merupakan limbah yang tidak dapat dijual lagi. Limbah ikan ini memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam budidaya maggot BSF. Maggot Black Soldier Fly (BSF) mampu mereduksi komponen yang ada dalam limbah organik dan menghasilkan residu berupa pupuk kompos. Pengolahan limbah berbasis budidaya maggot BSF tentu saja menghasilkan carbon footprint. Pada aktivitas industri analisis carbon footprint erat kaitannya dengan utilitas yang ada di analisis tekno-ekonomi. Tepung maggot dan maggot kering yang merupakan produk akhir dari budidaya ini dapat menjadi peluang komersil dan dapat digunakan untuk masyarakat luas, sehingga diperlukan analisis tekno-ekonomi. Analisis tekno-ekonomi merupakan pengkajian dan pengambilan keputusan dengan pilihan alternatif dari berbagai macam permasalahan yang ada. Keputusan yang akan diambil didasarkan pada teknik, proses analisis, dan perhitungan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis carbon footprint dan kelayakan tekno-ekonomi dari budidaya maggotBlack Soldier Fly untuk pembuatan pakan ternak. Pada penelitian ini menggunakan dua analisis, yakni analisis carbon footprint, dan analisis tekno-ekonomi. Analisis carbon footprint diperlukan data perhitungan berupa penggunaan LPG, konsumsi bahan bakar minyak, konsumsi energi listrik, penggunaan barang elektronik, dan bekas maggot yang didapatkan hasil emisi CO2 primer sebesar 25.100,652 kg CO2, emisi CO2 sekunder sebesar 317,16 CO2, dan total emisi CO2 sebesar 25.417,812 kg CO2. Analisis tekno-ekonomi pada aspek teknis terdiri dari penentuan lokasi, kapasitas produksi, bahan baku, utilitas, mesin dan peralatan, tata letak fasilitas, kerja,mass balance, dan energy balance mengenai budidaya Maggot BSF menjadi pakan ternak. Pada aspek ekonomi terdapat beberapa kriteria kelayakan yang digunakan, diantaranya yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit per Cost Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), Harga Pokok Penjualan (HPP), dan Break Even Point (BEP). Produksi Maggot Kering menghasilkan HPP sebesar Rp4.962 per unit dengan mark up 50% dan harga jual Rp7.500, serta BEP (unit) sebesar 5.827 dan BEP (value) sebesar Rp43.699.083, sedangkan Tepung Maggot memiliki HPP Rp5.206 per unit dengan harga jual Rp9.250, serta BEP (unit) sebesar 5.827 dan BEP (value) sebesar Rp43.699.083 . Kedua produk menunjukkan kelayakan yang tinggi, dengan nilai B/C ratio masing-masing 1,338 dan 1,335, NPV sebesar Rp94.247.424 dan Rp79.998.587, serta IRR ˃ MARR, yaitu 19,64% untuk Maggot Kering dan 17,67% untuk Tepung Maggot.

English Abstract

PT Beejay Seafood is a subsidiary of the Beejay Group located in Probolinggo City, East Java. This company specializes in processing various types of fresh fish from the sea, with its main product being fish fillets. Based on its operations, PT Beejay Seafood has a daily production capacity averaging 5 tons. The production process generates several types of waste, including 350 kg of fish heads, 200 kg of fish bones, 80 kg of fish innards, 100 kg of fish skin, and 70 kg of fish scales. Among these, fish innards are waste that cannot be resold. This type of waste holds significant potential for utilization in Black Soldier Fly (BSF) maggot farming. BSF maggots are capable of breaking down organic waste components and producing residue in the form of compost. However, BSF maggot farming also generates a carbon footprint. In industrial activities, carbon footprint analysis is closely linked to utilities and techno-economic analysis. Essentially, carbon footprint analysis evaluates the carbon emissions generated by utility use. The end products of this farming process, maggot meal and dried maggots, present commercial opportunities and can be utilized by the wider community, making techno-economic analysis essential. Techno-economic analysis involves assessing and making decisions by evaluating alternative solutions to various problems. The decisions are based on technical analysis, process evaluations, and economic calculations. This study aims to analyze the carbon footprint and techno-economic feasibility of BSF maggot farming for the production of animal feed. This research employs two analyses: carbon footprint analysis and techno-economic analysis. The carbon footprint analysis requires data on LPG usage, fuel consumption, electricity usage, electronic device utilization, and maggot residues. The results show a primary CO2 emission of 25,100.652 kg CO2, secondary CO2 emissions of 317.16 kg CO2, and total CO2 emissions of 25,417.812 kg CO2.The techno-economic analysis for the technical aspects includes determining the location, production capacity, raw materials, utilities, machinery and equipment, facility layout, labor, mass balance, and energy balance related to BSF maggot farming for animal feed production. The economic aspects evaluate several feasibility criteria, including Net Present Value (NPV), Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), Cost of Goods Sold (COGS), and Break-Even Point (BEP). The production of Dry Maggot results in a cost of Rp4,962 per unit with a 50% markup and a selling price of Rp7,500, as well as a BEP (unit) of 5,827 and a BEP (value) of Rp43,699,083. Meanwhile, Maggot Flour has a cost of Rp5,206 per unit with a selling price of Rp9,250, along with a BEP (unit) of 5,827 and a BEP(value) of Rp43,699,083. Both products demonstrate high feasibility, with B/C ratios of 1.338 and 1.335 respectively, NPV of Rp94,247,424 and Rp79,998,587, and IRR ˃ MARR, which are 19.64% for Dry Maggot and 17.67% for Maggot Flour.

[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Rohmi Nadi Wilujeng.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item
Selengkapnya
Sumber Repository UB
Repository UB